Jumat, 17 April 2015

Menanti Kejelasan

Mungkin kau bertanya-tanya atau mungkin malah bisa mendeteksi alasan mengapa aku memilih secara diam-diam untuk pergi. Akhir-akhir ini aku memang menjadi lebih pendiam dan sekaligus pada saat yang bersamaan menyimpan rasa gusar yang amat dalam. Ingin sekali rasanya meluapkan amarah, tapi tersadar dalam benak “aku ini bukan siapa-siapa”.

Tentu kau masih ingat awal pertemuan kita, berawal dari sebuah organisasi kecil. Kala itu tidak hanya berbicara tentang kehadiran aku dan kau, tetapi banyak juga rekan-rekan yang lain. Singkat waktu, aku lebih senang mendengarkanmu bertutur, melihat bibirmu yang terus menari, wajahmu yang penuh dengan keyakinan, dan matamu yang seakan meyakinkanku pula bahwa kau lah orang yang selama ini ku tunggu.

Kecuali kita dan tuhan, tanpa mereka sadari. kedekatan kita pun perlahan berlanjut. Kau tak segan untuk mengajak ku berbicara berdua pada setiap momen, walaupun itu hanya sebentar. Jujur, diam-diam aku sangat menikmati itu. Seiring waktu berjalan, aku pun tak segan untuk menawarkan menjemputmu pulang sekolah. Saat itu, kupacu sepeda motor dekil ku menuju sekolahmu sambil memikirkan topik apa yang akan ku bicarakan saat berboncengan nanti. Memang tergambar tidak ada yang istimewa saat menjemputmu, menjemput dari sekolah langsung kerumahmu. Tetapi ada satu hal yang aku harus benar-benar syukuri, aku bersyukur bisa menjagamu dalam perjalanan singkat pulang sekolah. Berlebihan memang, tapi itulah nyatanya.

Namun, hal yang sangat membuatku merasa pahit bahwa kita sama-sama tahu kau sudah berpemilik. Aku tidak memikirkan tentang itu, setiap kali aku selalu menyegarkan pikiranku bahwa semua akan baik-baik saja. Aku sadar jika aku berada pada posisi yang sangat salah, bahkan seringkali aku berusaha untuk sendiri dan menjauh dari radarmu.

Sekarang mungkin adalah klimaks dari sikap ku. Aku secara diam-diam memilih untuk pergi dan menjauh. Aku merasa hubungan tak bernama ini berada di posisi yang salah dan sekaligus ini adalah bentuk kelelahanku dalam menunggu kejelasan dari hubungan tak bernama ini.

Aku tak ingin mengutarakan cinta seperti apa yang biasa dilihat di acara konyol pada layar kaca. Berulang kali aku mencoba membicarakannya secara baik-baik, tetapi kau selalu mengalihkan hal itu. Jika membicarakan tentang kejelasan hubungan ini secara baik-baik membuat lidah mu kaku dan kelu, kau boleh menuangkan semua jawabanmu pada tulisan semacam ini dan itu yang akan selalu ku tunggu.

_Dari aku, yang sampai saat ini mencari sebuah kejelasan_


(RIFAL RINALDI, Jakarta 18 April 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar